Kamis, 27 Maret 2014


Nama : Liyah liyana
NPM : 25213019
Kelas : 1eb17




Perekonomian indonesia masa orde lama ( 1945-1966)
Pada awal kemerdekaan indonesia pembangunan ekonomi mengarah perubahan struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk memajukan industri kecil untuk memproduksi barang barang pengganti impor yang pada ahirnya diharapkan mengurangi tingkat ketergantungan luar negri. Masa  orde lama dimulai pada tanggal 17 Agustus 1945 saat indonesia merdeka. Pada saat itu perekonomian indonesia mengalami stagflasi ( artinya stagnasi produksi atau kegiatan produksi terhenti pada tingkat inflasi yang tinggi ). Pada tahun 1950'n sistim perekonomian indonesia masih sangat buruk karena masih menganut sistim perekonomia peninggalan kolonial. Perekonomian indonesia  bertambah buruk dibandingkan  pada masa penjajahan Belanda. Perekonomian indonesia juga diperparah dengan terjadinya hiperinflasi yang mencapai 650%. Selain itu indonesia mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan mulai dekat dengan negara-negara komunis.

Perekonomian Indonesia Masa Orde Baru ( 1966-1998)
Inflasi pada tahun 1966 mencapai 650% , dan defisit APBN lebih besar dari seluruh jumlah penerimaannya. Ini menggambarkan betapa hancurnya perekonomian indonesia saat itu. Maka sejak tahun 1969, indonesia dapat memulai membentuk rancangan pembangunan yang disebut Rancangan Pembangunan Lima Tahun ( RAPELITA ), kelebihannya pada masa ini antara lain :
Perkembangan GDP perkapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
Sukses transmigrasi
sukses KB
sukses memerangi buta huruf
sukses swasembada pangan
pengangguran minimum
sukses REPILITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun).
sukses Gerakan Wajib Belajar.
sukses Gerakan Nasional Orang Tua Asuh.
sukses keamanan dalam negri
infestor mau menanamkan modal indonesia.
sukses menumbuhkan rasa nasionalisme pencinta produk dalam negri.

Selasa, 18 Maret 2014

Tugas 1 Perekonomian Insonesia ( 21 Maret 2014 )

SISTIM EKONOMIDI THAILAND




                  
Disusun oleh   : LIYAH LIYANA
Nama              : LIYAH LIYANA
Kelas               :1EB17
NPM                : 25213019


UNIVERSITAS GUNADARMA
Tahun 2014







Selasa, 18 Maret 2014 Waktu Washington, DC: 02:24


 Ketegangan Politik Ekonomi
Thailand Mereda

Kepercayaan bisnis terhadap perekonomian Thailand telah merosot ke tingkat terendah dalam lebih dari empat tahun di tengah kekacauan politik yang terus terjadi. Demonstran anti-pemerintah menuntut Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra turun.
Seorang ekonom senior Bank Dunia mengatakan pemulihan masih dimungkinkan pada paruh kedua tahun ini jika ketegangan politik mereda dan pengeluaran sektor swasta dan pemerintah pulih kembali.
 Dalam indikator terbaru yang diumumkan hari Kamis, Federasi Industri Thailand mengingatkan pergolakan politik berkelanjutan di Thailand telah memicu anjloknya kepercayaan secara dramatis dan beberapa survei menunjukkan  angka terendah sejak Juni 2009.Federasi Industri Thailand merujuk pada penurunan pesanan domestik, volume  penjualan dan kinerja bisnis yang buruk secara keseluruhan.  
Beberapa analis mengatakan investor-investor di sektor swasta kini menanti hingga situasi politik lebih jelas.Ekonom senior Bank Dunia, Kirida Bhaopichitr mengatakan meredanya ketegangan politik diperlukan dunia ekonomi untuk mencapai angka pertumbuhan 4% selambat-lambatnya akhir tahun nanti. Pemerintah juga sedang berjuang untuk membayar harga pembelian beras kontroversial yang dijanjikan. Saat ini ribuan petani masih belum menerima bayaran sebesar 4,2 milyar dollar. Bhaopichitr mengatakan, “Asumsi kami adalah ketegangan ini akan berakhir pada pertengahan tahun ini. Jika tidak, target angka pertumbuhan 4% tidak akan tercapai. Para petani akan memperoleh 130 milyar baht untuk program pembelian beras yang dijanjikan selambat-lambatnya pada akhir paruh pertama ini. Jika tidak maka daya beli mereka akan terkena dampak.
 Dewan Pembangunan Ekonomi dan Sosial Nasional NESDB, lembaga pengkajian milik pemerintah Thailand melaporkan bahwa angka pertumbuhan ekonomi pada bulan Desember lalu hanya 6 per 10 persen, sehingga angka pertumbuhan tahun 2013 berada dibawah 3%,  turun dari 6,5% yang tercatat tahun 2012. Perlambatan angka pertumbuhan terjadi ketika maraknya demonstrasi anti-pemerintah bulan November lalu mulai mempengaruhi permintaan dan pariwisata lokal. Pejabat-pejabat pariwisata mengatakan kerugian bisa mencapai 320 juta dollar lebih.
Demonstrasi itu telah bergulir menjadi tuntutan pengunduran diri Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, di tengah seruan reformasi politik. Keprihatinan ekonomi lainnya mencakup sejumlah peringatan bank sentral terhadap kenaikan tajam utang rumah tangga.
Bhaopichitr menambahkan, “Hanya jika setiap orang di Thailand ikut serta dalam pertumbuhan ekonomi, Thailand bisa  benar-benar menjadi negara berpendapatan tinggi. ”Thailand tetap menghadapi ketidakpastian karena pemerintah menghadap beberapa persoalan hukum dari berbagai bidang lainnya.  Sejauh ini beberapa upaya untuk menengahi perundingan antara pemerintah dan para demonstran telah gagal sehingga masa depan Thailand kembali berada dalam ketidakpastian.